KOHESI DAN KOHERENSI



“KOHESI DAN KOHERENSI”
FITRI UMI ZAKIYAH, PBSI 2104 C / 146042
KOHESI
Kohesi memiliki pengertian yaitu hubungan antarkalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu (Gutwinsky, 1976 : 26 dalam Tarigan, 2009 : 93). Untuk dapat memahami wacana dengan baik, diperlukan pengetahuan dan penguasaan kohesi yang baik pula, yang tidak saja bergantung pada pengetahuan kita tentang kaidah-kaidah bahasa, tetapi juga kepada pengetahuan kita mengetahui realitas, pengetahuan kita dalam proses penalaran, yang disebut penyimpulan sintaktik (Van de Velde, 1984 : 6 dalam Tarigam, 2009 : 93). Kita dapat mengatakan bahwa suatu teks atau wacana benar-benar bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap konteks (Tarigan, 2009 : 93). Contoh kohesi adalah sebagai berikut.
Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan listrik dari PLN. Baru-baru ini tarif pemakaian listrik naik 25%, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah peralatan yang menggunakan listrik sekarang meningkat. Alat yang banyak menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk udara. Di kantor-kantor sekarang penggunaan alat penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino (1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh.
PIRANTI KOHESI
Sebuah wacana atau teks terwujud atas sejumlah unsur pendukungnya. Kata, frasa, kluasa, kalimat, dan paragraf yang terwujud dalam wacana atau teks, semuanya merupakan wahana penuangan ide atau pikiran penulisnya. Unsur-unsur tersebut disyaratkan tidak sekedar memilih hubungan yang menggambarkan kesatuan (unity), melainkan juga dituntut adanya tataan dan jalinan yang erat antara satu unsur dengan unsur yang lain, sehingga tercipta keselarasan dalam wahana atau teks. Tataan dan jalinan antar unsur inilah secara kualatif disebut sebagai hubungan kohesi. Telaah piranti kohesi dalam wacana mencakup dua jenis piranti kohesi, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Piranti kohesi gramatikal adalah piranti kohesi yang dinyatakan dengan tatabahasa. Piranti kohesi gramatikal, meliputi piranti kohesi pengacuan (reference),m pelepasan (delection), pemakaian pronominal, penyulihan (substitusi), penyebutan ulang, pemakaian konjungsi. Piranti kohesi leksikal adalah piranti kohesi yang diwujudkan dalam bentuk leksikal, mencakup nomina umum (gineral noun) reiterasi (reiteration), repetisi (repetion), sinonim (synonim), superordinat (superordinate), dan kolokasi (collokation).
1.      Aspek Gramatikal
Secara lebih rinci, aspek gramatikal wacana meliputi: (1) pengacuan (reference), (2) penyulihan (substitution), (3) pelesapan (ellipsis), (4) perangkaian (conjuction). Dalam penelitian ini menggunakan tiga dari empat aspek gramatikal, yakni:
1.      Pengacuan (Referensi)
Secara tradisional referensi berarti berhubungan antara kata dengan benda. Lyons (dalam Brown dan Yule, 1996:28) mengatakan bahwa ‘hubungan ada antara kata-kata dan barang-barang adalah hubungan referensi: kata-kata mengacu pada (refer to) barang-barang’.
Pandangan tradisional ini terus dinyatakan dalam penyelidikan-penyelidikan bahasa (misalnya semantik leksikal) yang mendeskripsikan hubungan antara suatu bahasa tertentu dan dunia, tanpa hadirnya pemakai-pemakai bahasa. Namun Lyons dalam keterangan yang lebih belakang ini mengenai sifat referensi, mengemukakan hal yang berikut: ‘penuturlah yang mengacu (dengan menggunakan suatu ungkapan yang sesuai):
Lyons menerapkan ungkapan itu pada referensi dengan perbuatan mengacu (reffering)’. Tepatnya, pendangan mengenai sifat referensi yang terakhir inilah yang harus dianut penganalisis wacana. Berdasarkan tempatnya pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana.
Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu pengacuan anaforis dan pengacuan kataforis (Halliday dan Hasan dalam Sumarlam 2003:23-24).
Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelaj kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian.
Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain ini dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan yang berfungsi membandingkan antara unsur yang satu dengan unsur lainnya).
Dengan demikian, menurut Sumarlam (2003:24) jenis kohesi gramatikal pengacuan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina  (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama, kedua, dan ketiga maupun jamak.
2.      Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional).
3.      Pengacuan Komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya.
2.      Penyulihan (Substitusi)
Selain penggunaam piranti konjungsi dalam wacana, sering pula digunakan kata yang maknannya sama sekali berbeda dengan makna kata yang diacunya. Piranti kohesi yang demikian itu, disebut dengen piranti kohesi substitusi (penyulihan). Atau dengan kata laiu, piranti kohesi substitusi merupakan piranti kohesi pergantian konstituen dengan memakai kata yang maknanya sama sekali berbeda denga kata yang diacunya (yang menjadi reference-nya), sedangkan referen merupakan proses mengacu ke sesuatu yang diacunya. Oleh karena itu, substitusi tidak sama dengan referens (pengacuan), karena substitusi merupakan bagian dari referens (pengacuan). Berikut ini dapat dilihat perbedaan piranti kohesi substitusi dan referens.

(5.4)
a. Saya membeli buku.
b. Buku itu berjudul ”Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia”
(5.5)
a. Atas keputusan itu, Hasan mengatakan naik banding.
b. Ayah dua anak itu bahkan sempat mengomentari vonis tersebut dengan nada bercanda.
Konstituen buku (5.4a) merupakan sesuatu yang diacu oleh konstituen buku itu (5.4b) dan kalimat tersebut tidak mengalami pergantian kata dengan kata yang maknanya berbada dengan yang diacunya. Kata buku pada (5.4a) sama dengan kata buku pada (5.4b). berbeda halnya dengan kalimat (5.5), konstituen Hasan pada kalimat (5.5a) diacu olej konstituen ayah dari dua orang anak itu (5.5b). sesuatu yang diacunya itu berbeda maknannya dengan pangacunya.
Oleh karen itu, pengacuan pada kalimat (5.5) itu merupakan penyulihan, karena pada kalimat itu merupaka pergantian kata pengacu yang berbeda maknanya dengan yang diacunya.
Sejajar dengan penyulihan leksikal yang terdapat pada contoh-contoh di atas, ada juga penyulihan jenis lain, yait penyulihan bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, melainkan ke ”kumpulan yang sama”. Pada dasarnya penyulihan seperti ini sama dengan penyulihan yang telah dibahas pada bagian terdahulu. Perbedaannya hanya terletak pada ”sesuatu” yang diacunya itu satu jenis yang pasti.
Akan tetapi, penyulihan pada jenis ini ”sesuatu” yang diacunya merupakan kumpulan (golongan) yang sama atau juga sesuatu yang mempunyai kolokasi dengan butir tersulih itu. Perhatikan contoh berikut ini.
(5.6)
Tetangga kami mempunyai anjing doberman. Pak Hendrik mempunyai seekor juga.
(5.7)
Suatu hari Paman Hanafi berjalan-jalan ke pasar. Paman Hanafi berkeliling di seputar pasar burung itu. Ia melihat burung glatik yang cantik. Akhirnya ia membelinya seekor untuk dipeliharannya di rumah.
(5.8)
Heni berjalan-jalan di tengah kebun mawar. Waktu mau keluar, ia menarik sekuntum dan disematkan pada dada blusnya.

Frasa anjing doberman dan benatuk seekor pada (5.6) dan burung glati yang cantik dengan seekor pada (5.7) tidak mengacu pada acuan yang sama, melainkan ke spesies yang sama, yiatu anjing doberman (5.6) dan burung (5.7). pada contoh (5.8) kata mawar dan bentuk sekuntum, mengacu pada kumpulan yang sama, yaitu bunga.
3.      Pelepasan (Elipsis)
Pelepasan (elipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelepasan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Contohnya:
Budi seketika itu terbangun. Ø menutupi matanya karena silau, Ø mengusap muka dengan saputangannya, lalu Ø bertanya, “Di mana ini?”
4.      Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif.
Dilihat dari segi maknanya pun, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta konjungsi yang dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut:
Sebab-Akibat                          : sebab, karena, maka, makanya
Pertentangan                           : tetapi, namun
Kelebihan (eksesif)                 : malah
Perkecualian (ekseptif)            : kecuali
Konsesif                                  : walaupun, meskipun
Tujuan                                     : agar, supaya
Penambahan (aditif)                : dan, juga, serta
Pilihan (alternatif)                   : atau, apa
Harapan (optatif)                    : moga-moga, semoga
Urutan (sekuensial)                 : lalu, terus, kemudian
Perlawanan                              : sebaiknya
Waktu                                     : setelah, sesudah, usai, selesai
Cara                                         : dengan (cara) begitu
Makna lainnya                         : (yang ditemukan dalam tuturan)
2.      Aspek Leksikal
Aspek leksikal atau kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis (Sumarlam, 2003:34). Aspek leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya menggunakan empat dari enam macam aspek leksikal tersebut, yaitu:
1.      Repetisi (Pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu:
1.      Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beebrapa kali secara berturut-turut. Contoh repetisi epizeuksis:
Sebagai seorang beriman, berdoalah  selagi  ada kesempatan, selagi diberi kesehatan, dan selagidiberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia.
2.      Repetisi Tautotes
Repetisi tautotis ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Contoh:
Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling mempercayai.
3.      Repetisi Anafora
Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap atau kalimat berikutnya. Contoh:
Bukan nafsu,
Bukan wajahmu,
Bukan kakimu,
Bukan tubuhmu,
Aku mencintaimu karena hatimu.
4.      Repetisi Epistrofa
5.      Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Contoh:
Bumi yang kaudiami, laut yang kaulayari, adalah puisi.
Udara yang kauhirup, air yang kauteguki, adalah puisi.
Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli, adalah puisi.
Gubug yang kauratapi, gedung yang kautinggali, adalah puisi.
6.      Repetisi Simploke
Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut. Contoh:
Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin.
Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin.

7.      Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contoh:
Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.
Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng.
8.      Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. Contoh:
Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang minta maaf.
Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu.
9.      Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. Contoh:
Dalam hidup ada tujuan
Tujuan dicapai dengan usaha
Usaha disertai harapan
2.      Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1994:85). Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal yang mendukung kepaduan wacana dan berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.
3.      Kolokasi
Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain, biasanya diasosiasikan sebagai kesatuan. Contoh:
UUD 1945 dan Pancasila.
Ada ikan ada air.
Selain dari piranti tersebut, ada piranti lain dari kohesi. Adapun piranti kohesi tersebut adalah sebagai berikut :
Kohesi gramatikal adalah kepaduan yang dicapai dengan menggunakan elemen dan aturan gramatikal. Kohesi gramatikal, antara lain, dapat terbentuk melalui rujukan, substitusi, dan elipsis. Hal itu dapat disimak pada contoh berikut.
Orang tua ada yang setuju bahwa siswa boleh membawa telepon seluler ke sekolah karena merela berpikir hal itu dapat memudahkan orang tua untuk dapat menghubungi anaknya. 
Ketika telepon seluler berdering ketika guru sedang mengajar di dalam kelas, meskipun hanya mode getar, guru akan kehilangan beberapa saat kesempatan mengajar karena terganggu. Hal itu akan merugikan seluruh kelas.
Berdasarkan contoh (1) tersebut, -nya pada kata anaknya, merujuk pada orang tua; sedangkan pada contoh (2) frasa hal itu merujuk pada kalimat guru akan kehilangan kesempatan mengajar. Sarana kohesi gramatikal meliputi referen, substitusi, elipsis, dan konjungsi.
1.      Referen (pengacuan)
Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya disebut antesedan. Referensi dapat bersifat eksoforis (situasional) apabila mengacu ke antesedan yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual) apabila yang diacunya terdapat di dalam wacana. Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesedennya disebut referensi anaforis, sedangkan yang berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.
Referen atau pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Satuan lingual yang acuannya berada di dalam teks wacana disebut pengacuan endofora, sedangkan satuan lingual yang acuannya berada di luar teks wacana disebut pengacuan eksofora. Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua yaitu
a.       Pengacuan Anaforis (anaphoric reference).
Pengacuan anaforis adalah jika satuan lingual mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, mengacu anteseden di sebelah kiri. Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu.
b.      Pengacuan Kataforis (cataphoric reference)
adalah jika satuan lingual mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan (Sumarlam 2003:23-24). Pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain ini dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan yang berfungsi membandingkan antara unsur yang satu dengan unsur lainnya).
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam 2003:23). Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana.
Jenis kohesi yang pertama yaitu pengacuan endofora. Berdasarkan arah pengacuannya endofora dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu pengacuan anaforis dan pengacuan kataforis. Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden yang baru disebutkan kemudian.
Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antara unsur satu dengan unsur lainnya). Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif.
a.       Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona 1), kedua (persona 2), dan ketiga (persona 3), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya ada yang berupa bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat kanan). Berikut klasifikasi pengacuan pronomina persona.
(1)   Persona 1
(a)   Tunggal: aku, saya, hamba, gua/gue, ana/ane
Terikat lekat kiri: ku–
Terikat lekat kanan: –ku
(b)  Jamak: kami, kita
(2)   Persona 2
(a)   Tunggal: kamu, anda, kau, saudara
Terikat lekat kiri: kau–
Terikat lekat kanan: –mu
(b)   Jamak: kalian, kamu semua, anda semua
(3)   Persona 3
(a)   Tunggal: dia, ia, beliau
Terikat lekat kiri: di–
Terikat lekat kanan: –nya
(b)   Jamak: mereka
b.      Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini, lampau, akan datang, dan netral. Pronomina demonstratif tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara, agak jauh dengan pembicara, jauh dengan pembicara, dan menunjuk tempat secara eksplisit. Berikut klasifikasi pronomina demonstratif.
(1)   Demonstratif waktu
a)      Kini: sekarang, hari ini, kini, sekarang, saat ini
b)      Lampau: kemarin, dahulu, kebelakang, dulu, …yang lalu
c)      Yang akan datang: besok, esok, kedepan, …depan, …yang akan datang
d)     Netral: pagi, siang, sore, malam
(2)   Demonstratif tempat
a)      Dekat dengan penutur: ini, di sini, ke sini
b)      Agak dekat dengan penutur: itu, di situ, ke situ
c)      Jauh dari penutur: sana, di sana, ke sana
d)     Eksplisit: Semarang, Demak, Sala
c.       Pengacuan komparatif (Perbandingan)
Pengacuan komparatif (perbandingan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya kaya, mirip, persis, meh padha, dan sebagainya.
2.      Substitusi (penyulihan)
Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain. Substitusi hampir sama dengan referensi. Perbedaan antara keduanya adalah referensi merupakan hubungan makna sedangkan substitusi merupakan hubungan leksikal atau gramatikal.
Selain itu, substitusi dapat berupa proverba, yaitu kata-kata yang digunakan untuk menunjukan tindakan, keadaan, hal, atau isi bagian wacana yang sudah disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa substitusi klausal.
Substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda (Sumarlam 2003:28).
a.       Substitusi nominal
Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina. Misalnya kata derajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar diganti dengan titel. Perhatikan contoh berikut.
Agus sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Sastra. Titelkesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa melalui sastranya.

b.      Substitusi verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba.
Misalnya, kata mengarang digantikan dengan kata berkarya, kata berusahadigantikan dengan kata berikhtiar, dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut.
Wisnu mempunyai hobi mengarang cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di bangku sekolah menengah pertama.
c.       Substitusi frasal
Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Misalnya pada contoh berikut.
Maksud hati mau menengok orang tua. Mumpung hari Minggu, senyampang hari libur.
d.      Substitusi klausal
Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Perhatikan contoh tuturan berikut ini.
S: Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima dengan baik oleh orang orang di sekitarnya; mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang.
T: Tampaknya memang begitu.
3.      Elipsis (pelesapan)
Elipsis adalah sesuatu yang tidak terucapkan dalam wacana, artinya tidak hadir dalam komunikasi, tetapi dapat dipahami. Jadi pengertian tersebut tentunya didapat dari konteks pembicaraan, terutama konteks tekstual. Sebagai pegangan, dapat dikatakan bahwa pengertian elipsis terjadi bila sesuatu unsur yang secara struktural seharusnya hadir, tidak ditampilkan. Sehingga terasa ada sesuatu yang tidak lengkap.
Hubungan kohesif elipsis/pelesapan pada dasarnya sama dengan hubungan kohesif substitusi/ penyulihan. Hanya saja pada hubungan pelesapan ini unsur penggantinya itu dinyatakan dalam bentuk kosong (zero). Sesuatu yang dinyatakan kata, frasa, atau bagian kalimat tertentu dilepaskan karena sudah disebutkan pada kalimat sebelumnya atau sesudahnya. Penamaan pelesapan biasanya dengan fungsi atau peran sintaksis. Misalnya pelesapan subjek (fungsi), dan pelesapan pelaku (peran). Perhatikan contoh berikut.
Budi seketika itu terbangun. Ø menutupi matanya karena silau, Ø mengusap muka dengan sapu tangannya, lalu Ø bertanya, “Di mana ini?”
Pelesapan dapat dibagi menjdi pelesapan lokatif, pasientif, agentif, tindakan instrumental, dan temporal.
a)      Pelesapan lokatif terjadi jika unsur yang dilesapkan berupa kata yang menunjukkan tempat.
b)      Pelesapan pasientif terjadi jika unsur yang dilesapkan berupa kata yang menunjukkan sasaran atau objek.
c)      Pelesapan agentif terjadi jika unsur yang dilesapkan berupa pelaku atau subjek.
d)     Pelesapan tindakan terjadi jika unsur yang dilesapkan berupa tindakan, perbuatan atau predikat.
e)      Pelesapan instrumental terjadi jika unsur yang dilesapkan berupa kata yang menunjukkan alat.
f)       Pelesapan temporal terjadi jika unsur yang dilesapkan berupa kata yang menunjukkan waktu.
4.      Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan seterusnya. Konjungsi disebut juga sarana perangkaian unsur-unsur kewacanaan. Konjungsi mudah dikenali karena keberadaannya terlihat sebagai pemarkah formal. Beberapa jenis konjungsi antara lain adalah: a) konjungsi adservatif (namun, tetapi), b) konjungsi kausal (sebab, karena), c) konjungsi korelatif (apalagi, demikian juga), d) konjungsi subordinatif (meskipun, kalau), dan e) konjungsi temporal (sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian).
Konjungsi atau kata sambung mempunyai tugas menghubungkan dua satuan lingual. Satuan yang dimaksud adalah klausa, frasa, dan kata. Jadi, konjungsi dapat menghubungkan antarsatuan lingual sejenis atau antarsatuan lingual jenis yang satu dengan satuan lingual jenis yang lain. Dilihat dari perilaku sintaksisnya dalam kalimat, konjungsi dibagi menjadi lima yaitu sebagai berikut.
a)      Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif yaitu konjungsi yang menghubungkan dua unsur sintaksis yang memiliki status yang sama, baik unsur itu klausa, frasa, kata. Contohnya yaitu: dan, dengan, serta, atau, kemudian, lantas, terus, adapun, dan lagi,  tetapi, melainkan, padahal, dan sedangkan.
b)      Konjungsi subordinatif
Konjungsi subordinatif yaitu konjungsi yang menghubungkan dua unsur sintaksis yang berupa klausa yang tidak memiliki status yang sama. Jenis konjungsi subordinatif yaitu : penanda hubungan waktu: (sejak, semenjak, sewaktu, ketika, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, sambi, demi, setelah, sesudah, sebelum, sehabis, hingga, sampai), penanda hubungan sebab (sebab, karena itu, karena, oleh karena, oleh sebab), pengandaian: (andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya), penanda hubungan syarat (jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala), penanda hubungan tujuan: (agar, supaya, biar), penanda hubungan konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun),sekali(pun), sungguh(pun), kendati(pun), penanda hubungan pengandaian: (seakan-akan, seolah-olah, seperti, sebagai, laksana, laksana, ibarat), penanda hubungan hasil: (sehingga, sampai (-sampai), maka(nya) penanda hubungan alat: (dengan, tanpa), penanda hubungan cara: (dengan, tanpa), penanda hubungan komplementasi: (bahwa), penanda hubungan atribut: (yang), penanda hubungan perbandingan: (sama…dengan, lebih…dari(pada)….)
c)      Konjungsi korelatif
Konjungsi korelatif yaitu konjungsi yang terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa atau klausa yang dihubungkan. Konjungsi korelatif bertugas menandai hubungan perlawanan dan hubungan pertingkatan. Contoh:.….. baik ….. maupun.…… tidak hanya…..tetapi juga, bukan hanya.….. melainkan juga, demikian ….. sehingga.….., sedemikian rupa sehingga, apa(kah)….atau……, entah…….entah, jangankan …….. pun
d)     Konjungsi antarkalimat
Konjungsi ini bertugas menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Konjungsi ini secara bentuk berada bersama-sama dengan suatu kalimat, sehingga menjadi bagian dari kalimat yang bersangkutan, akan tetapi secara maknawi juga terikat pada kalimat yang lain (kalimat yang berada di depannya). Contoh: biarpun demikian, sekalipun demikian, walaupun demikian, meskipun demikian, sungguhpun demikian, kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambah pula, lagipula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, malah(an), bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali, dengan demikian, kendati demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu.
e)      Konjungsi antarparagraf.
Konjungsi ini menghubungkan paragraf yang satu dengan paragraf yang lain. Contoh: selain itu.
5.      Inversi
Susunan yang dianggap normal dalam bahasa Indonesia ialah susunan DM (diterangkan-menerangkan). Pembalikan dilakukan karena unsur yang sama atau bersamaan yang menjadi fokus perlu didekatkan (Hartono 2012:144). Hal itu tampak pada contoh berikut ini.
Kemarin saya pergi ke YogyaDi sana saya membeli buku.

Selain didukung oleh aspek gramatikal, kepaduan wacana harus didukung oleh aspek leksikal. Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonim (persamaan), antonim (lawan kata), hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (kata sanding), dan ekuivalensi.
Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya. Kohesi leksikal adalah kepaduan yang dicapai melalui pemilihan kata. Kohesi leksikal itu dapat berbentuk, antara lain, dengan pengulangan, sinonim, antonim, dan hiponim.
Di samping itu, salah satu keuntungan dari penggunaan telepon seluler di sekolah adalah telepon seluler dapat digunakan sebagai alat bantu, terutama telepon seluler yang dilengkapi dengan beberapa aksesoris, seperti kalkulator, kamera, dan internet.
Di samping itu, salah satu keuntungan dari penggunaan telepon seluler di sekolah adalah telepon seluler dapat digunakan sebagai alat bantu, terutama telepon seluler yang dilengkapi dengan beberapa aksesori, seperti kalkulator, kamera, dan internet. Aplikasi ini dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa dalam bidang akademik.
Berdasarkan contoh pertama tersebut dapat dikemukakan bahwa supaya padu, penulis mengulang kata telepon seluler beberapa kali. Sementara itu, pada contoh kedua frasa beberapa aksesoris, dan kata aplikasi ini merupakan sinonim. Kohesi leksikal hubungan anatarunsur dalam wacana secara semantis. Kohesi leksikal dapat dibedakan menjadi enam macam, sebagai berikut.
1.      Repetisi (pengulangan). Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi suku kata, kata atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam 2003:35). Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisis dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
a.       Repetisi epizeuksis. Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Contoh repetisi epizeuksis.
Sebagai seorang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan,
selagi diberi kesehatan, dan selagi diberi umur panjang.
Berdoa wajib bagi manusia.
b.      Repetisi tautotes. Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruk. Contoh repetsi tautotes.
Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan,
tetapi aku sangat mempercayai dia,
dia pun sangat mempercayai aku.
Aku dan dia saling mempercayai.
c.       Repetisi anafora. Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Contoh repetisi anafora.
bukan nafsu,
bukan wajahmu,
bukan kakimu,
bukan tubuhmu,
Aku mencintaimu karena hatimu.
d.      Repetisi epistrofa. Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (puisi) atau akhir kalimat (prosa) secara berturut-turut.Contoh repetisi epistrofa.
Bumi yang kaudiami, laut yang kaulayari, adalah puisi.
Udara yang kauhirup, air yang kauteguki, adalah puisi.
Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli, adalah puisi.
Gubug yang kauratapi, gedung yang kautinggali, adalah puisi.
e.       Repetisi simploke. Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut. Contoh repetisi simploke.
Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin.
Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin.
Kamu bilang nggak punya kepribdian. Biarin.
Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin.
f.       Repetisi mesodiplosis. Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contoh repetisi mesodiplosis.
Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.
Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng.
Para pembesar jangan mencuri bensin.
Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri.
g.      Repetisi epanalepsis. Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. Contoh repetisi epanalepsis.
Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang minta maaf.
Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu.
Berbuat baiklah kepada sesama selagi bisa berbuat baik.
h.      Repetisi anadiplosis. Repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. Contoh repetisi anadiplosis.
dalam hidup ada tujuan
tujuan dicapai dengan usaha
usaha disertai doa
doa berarti harapan
harapan adalah perjuangan
perjuangan adalah pengorbanan
2.      Sinonimi (Padan Kata).
Aspek leksikal selain repetisi adalah sinonimi. Fungsi dari sinonimi adalah untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal yang mendukung kepaduan wacana. Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Sebaliknya sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama. Hubungan sinonimi bisa terbentuk antara kata dengan kata, kata dengan frasa atau sebaliknya, frasa dengan frasa, maupun klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
a.       sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat),
    Aku mohon kau mengerti perasaanku.
    Kamu boleh bermain sesuka hatimu.
    Dia terus berusaha mencari jatidirinya
b.      kata dengan kata,
Meskipun sedikit, saya sudah menerima bayaran. Setahun menerima gaji80%. SK PNS ku keluar. Gajiku naik.
c.       kata dengan frasa atau sebaliknya,
Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang disapu badai.
d.      frasa dengan frasa,
Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak. Baru pindah dua hari ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.
e.       klausa/kalimat dengan klausa/kalimat.
Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalahtersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalanitu pun juga harus akurat
3.      Antonimi (lawan makna). Istilah antonimi dipakai untuk menyatakan lawan makna sedangkan kata yang berlawanan disebut antonim. Antonimi adalah relasi antarmakna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras.
Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi menjadi lima macam, yaitu (a) oposisi mutlak, (b oposisi kutub, (c) oposisi hubungan, (d) oposisi hirarkial, dan (e) oposisi majemuk.
·         Contoh antonim mutlak
Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanyadiam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara lain.
·         Contoh antonim kutub
Baik orang kaya maupun orang miskin, semua orang mempunyai hak yang sama untuk mengenyam pendidikan.
·         Contoh antonim hubungan
Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas, sehingga semuamurid senang kepadanya.
Pak Rahmat adalah dokter. Beliau sangat baik kepada semuapasiennya.
·         Contoh antonim hirarkial
SD >< SMP >< SMA >< PT
·         Contoh antonim majemuk
Adi berlari karena takut dimarahi ibunya. Setelah agak jauh dari ibunya, ia berjalan menuju ke rumah temannya. Samapai di rumah itu lalu iamelangkahkan kakinya ke dalam rumah. Mendadak ia berhenti dan terkejut karena ternyata yang tampak di depan mata Adi adalah ibunya sendiri.
4.      Kolokasi (sanding kata). Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu (Sumarlam 2003:43). Contoh pemakaian kata-kata yang berkolokasi adalah sebagai berikut.
Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang berkualitas serat didukung sistem pengolahan yang sempurna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mampu bertahan hidup secara layak.
5.      Hiponimi (hubungan atas-bawah). Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Hiponimi adalah semacam relasi antarkata yang berwujud atas-bawah atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ada kelas atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil dan ada sejumlah kelas bawah yang merupakan komponen-komponen yang tercakup dalam kelas atas, maka kelas kata yang berkedudukan sebagai kelas atas disebut superordinat dan kelas bawah yang disebut hiponim. Contoh penggunaan hiponimi dapat diperhatikan pada penggalan wacana berikut.
Binatang melata termasuk ketegori hewan reptil. Reptil ada yang hidup di darat dan di air yaitu katak dan ularCicak adalah reptil yang biasa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah wrna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon.
6.      Ekuivalensi (kesepadanan). Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Penggunaan ekuivalensi dapat dilihat pada contoh berikut.
Baru-baru ini, Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali dalam belajar. Apa yang telah diajarkan oleh guru pengajardi sekolah diterima dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang dan tertarik pada semua pelajaran (Sumarlam, 2003:35-45).
Aspek formal bahasa yang berkaitan erat dengan kohesi ini melukiskan bagaimana caranya proposisi-proposisi saling berhubungan satu sama lain bagaimana caranya proposisi-proposisi yang tersirat disimpulkan untuk menafsirkan tindak ilokusi sebagai acuan koherensi. Dalam istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun dalam koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan dengan aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek formal bahasa sedangkan koherensi merupakan aspek ujaran (Henry Guntur Tarigan, 1987: 96)
KOHERENSI
Koeherensi adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana. Koherensi juga hubungan timbal balik yang serasi antar unsur dalam kalimat Keraf (dalam Mulyana 2005: 30). Sejalan dengan hal tersebut Halliday dan Hasan (dalam Mulyana 2005: 31) menegaskan bahwa struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik, melainkan struktur semantik, yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri.
a. Hubungan maknawi ini kadang-kadang ditandai oleh alat leksikal, namun kadang-kadang tanpa petanda. Hubungan semantis yang dimaksud antara lain (1) hubungan sebab akibat, (2) hubungan sarana hasil, (3) hubungan alasan sebab, (4) hubungan sarana tujuan, (5) hubungan latar kesimpulan, (6) hubungan kelonggaran hasil, (7) hubungan syarat-hasil, (8) hubungan perbandingan, (9) hubungan parafrastis, (10) hubungan amplikatif, (11) hubungan aditif waktu (simultan dan berurutan), (12) hubungan aditif nonwaktu, (13) hubungan identifikasi, (14) hubungan generik spesifik, dan (15) hubungan ibarat
Beberapa bentuk atau jenis hubungan koherensi dalam wacana telah dideskripsikan oleh para ahli. D’Angelo (dalam Tarigan 1987:105) misalnya menyatakan bahwa yang termasuk unsur-unsur koherensi wacana diantaranya mencakup: unsur penambahan, repetisi, pronomina, sinonim, totalitas bagian, komparasi, penekanan, kontras, simpulan, contoh, paralelisme, lokasi anggota, dan waktu. Wohl (dalam Tarigan, 2009:100) menyatakan bahwa koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, ide, menjadi suatu untaian yang logis, sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Kekoherensian sebuah wacana dapat diwujudkan secara implisit maupun eksplisit. Secara implisit hal tersebut dapat dicapai lewat konteks situasi di mana bahasa digunakan. Secara eksplisit hal tersebut dapat dicapai lewat unsur-unsur kohesi dan unsur-unsur acuannya yang berkesinambungan.
Tujuan aspek pemakaian aspek atau sarana koherensi antara lain ialah agar tercipta susunan dan struktur wacana yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai, cocok, dan harmonis. Kesesuaian terletak pada serasinya hubungan antarproposisi dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus, tetapi bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar, jelas, dan mudah dimengerti. Suatu rangkaian kalimat yang tidak memiliki hubungan bentuk dan makna secara logis, tidak dapat dikatakan sebagai wacana.
PIRANTI KOHERENSI
a.       Hubungan Sebab Akibat
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan akibat. Berikut penggunaan hubungan sebab-akibat dalam kalimat.
Ia tidak mungkin menemukan buku fiksi di perpustakaan itu. Koleksi perpustakaan itu khusus buku nonfiksi ilmiah.
b.      Hubungan Akibat Sebab
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat kedua menyatakan sebab terjadinya/tindakan yang dinyatakan pada kalimat pertama. Berikut penggunaan hubungan akibat-sebab dalam kalimat.
Tiba-tiba ia merasa rindu kepada anaknya. Tanpa banyak persiapan pergilah ia ke kota yang jauh itu.
c.       Hubungan Sarana Hasil
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sarana untuk perolehan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan sarana-hasil dalam kalimat.
Atlit bulutangkis kita akhirnya mendominasi kejuaraan Indonesia Terbuka. Kita tidak usah heran, mereka berlatih dengan ketat dan sangat disiplin.
d.      Hubungan Sarana Tujuan
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat kalimat kedua menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat lain. Berikut penggunaan hubungan sarana-tujuan dalam kalimat.
Bekerjalah dengan keras. Cita-citamu menjadi orang kaya bakal kesampaian.
e.       Hubungan Alasan Tindakan
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan alasan bentuk tindakan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan alasan-tindakan dalam kalimat.
Tahun ini mereka bertekad membangun rumah sendiri. Sudah lama sekali mereka numpang di rumah saudara.
f.       Hubungan Latar Simpulan
Koherensi ini dinyatakan dengan salah satu kalimat menyatakan simpulan atas pernyataan pada kalimat lainnya. Berikut penggunaan hubungan latar-simpulan dalam kalimat.
Mobil itu sudah tua, tetapi. Rupanya pemiliknya pandai merawatnya.
g.      Hubungan Kelonggaran Hasil
Koherensi ini dinyatakan dengan salah satu kalimatnya menyatakan kegagalan suatu usaha yang dinyatakan pada kalimat lainnya. Berikut penggunaan hubungan kelonggaran-hasil dalam kalimat.
Sudah lama aku di kota ini mencarinya. Alamat itu tak juga kutemukan.
h.      Hubungan Syarat Hasil
Koherensi ini dinyatakan dengan salah satu kalimat menyatakan syarat untuk tercapainya apa yang dinyatakan pada kalimat lainnya. Berikut penggunaan hubungan syarat-hasil dalam kalimat.
Beri bumbu dan penyadap rasa yang tepat. Masakanmu pasti enak.
i.        Hubungan Perbandingan
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama dibandingkan dengan yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan sebab-akibat dalam kalimat.
Pengantin itu sangat anggun. Seperti dewa-dewi dari Khayangan.
j.        Hubungan Parafrastis
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama dinyatakan secara lain dengan kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan parafrastis dalam kalimat.
Saya tidak setuju dengan penambahan anggaran untuk proyek ini, karena tahun lalu dana juga tidak habis. Sudah saatnya kita menghemat uang rakyat.
k.      Hubungan Amplikatif
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama diperkuat atau ditegaskan dengan gagasan pada kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan amplikatif dalam kalimat.
Dua burung itu jangan dipisah. Masukkan dalam satu kandang saja.
l.        Hubungan Adiftif
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama diikuti atau ditambah dengan gagasan pada kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan adiktif dalam kalimat.
Biar dia duduk dulu. Saya akan selesaikan pekerjaan ini (simultan).
m.    Hubungan Identifikasi
Koherensi ini dinyatakan dengan gagasan yang dinyatakan pada kalimat pertama didentifikasi dengan kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan identifikasi dalam kalimat.
Tidak bisa masuk ke universitas itu tidak berarti bodoh. Kamu tahu nggak, Einstein? Fisikawan genius itu juga pernah gagal masuk ke universitas.
n.      Hubungan Generik-Spesifik.
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan gagasan umum atau luas, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan gagasan khusus atau sempit. Berikut penggunaan hubungan generik-spesiik dalam kalimat.
Gadis model itu sangat cantik. Wajahnya bersih, matanya indah, bibirnya menawan. Apalagi jalannyaa, luar biasa.
o.      Hubungan Spesifik-Generik
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan gagasan umum atau luas, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan gagasan khusus atau sempit. Berikut penggunaan hubungan spesifik-generik dalam kalimat.
Saya bangun tidur pukul 05.00. Saya mandi lalu salat subuh. Setelah itu saya membantu ibu lalu makan pagi bila ada. Kemudian berangkat ke sekolah. Itulah kegiatanku setiap pagi.
p.      Hubungan Ibarat
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama diibaratkan seperti yang dinyatakan pada kalimat berikutnya. Berikut penggunaan hubungan ibarat dalam kalimat.
Kelihaiannya mengelola bisnis sungguh piawai. Memang dia seperti belut di lumpur basah.
q.      Argumentatif (makna alasan)
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat kedua menyatakan argumen (alasan) bagi pendapat yang dinyatakan pada kalimat pertama. Berikut penggunaan hubungan argumentatif dalam kalimat.
Dia menang dalam pemilihan ketua RW. Dia orang yang bijaksana dan dapat bergaul dengan siapa saja.
Tujuan pemakaian aspek atau sarana koherensi antara lain ialah agar tercipta suasana dan struktur wacana yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai, cocok, dan harmonis. Kesesuaian terletak pada serasinya hubungan antarproposisi dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus, tetapi bertautan satu sama lain. Keruntutan artinya umumnya terjadi dalam susunan kalimat (struktur). Asas ini diperlukan untuk mengintegrasikan secara rapi unsur-unsur wacana ke dalam satu kesatuan sehingga tidak terjadi loncatan-loncatan pikiran. Sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar, jelas, dan mudah dimengerti. Suatu rangkaian kalimat yang tidak memiliki hubungan bentuk dan makna secara logis tidak dapat dikatakan sebagai wacana (Mulyana 2005:35).

Sumber : Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartono, Bambang. 2000. Kajian Wacana Bahasa Indonesia. Semarang: Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Hartono, Bambang. 2012. Dasar-dasar Kajian Wacana. Semarang: Pustaka Zaman.

Komentar

  1. sangat bermanfaat bagi orang sedang belajar menulis seperti saya, terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WACANA MONOLOG, DIALOG, DAN POLILOG

WACAN NARASI, DESKRIPSI, ARGUMENTASI, EKSPOSISI PERSUASI

KAJIAN WACANA BAHASA INDONESIA