PRASYARAT DAN PENYUSUNAN WACANA
“PRASYARAT DAN
PENYUSUNAN WACANA”
FITRI UMI ZAKIYAH
, PBSI 2014 C/
146042
A.
PRASYARAT WACANA
Berbagai pengertian mengenai wacana
telah dibahas di atas, salah satunya adalah bahwa wacana merupakan suatu
susunan bahasa tertinggi dan terlengkap yang didalamnya terdapat kohesi dan
koherensi. Adapun syarat-syarat terbentuknya wacana adlah sebagai berikut.
1. Topik
Wacana sebagai
hubungan dari serangkaian unsur kebahasaan memiliki suatu ide atau gagasan yang
akan disampaikan dan diuraikan membantuk penjelasan yang pada dasarnya merujuk
pada satu topik tertentu. Kemudian topik yang diangkat akan memberikan tujuan
tertentu. Tujuam dalam wacana didasarkan pada konteks wacana itu digunakan.
Semisal, wacana persuasif, yakni wacana yang digunakan untuk mempengaruhi orang
lain agar melakukan hal-hal tertentu.
2. Kohesi dan
Koherensi
wacana seBagai serangkaian unsur-unsur bahasa
yang menjelaskan suatu ide atau gagasan tertentu, biasanya memiliki kepaduan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lain (kohesi), sehingga tercipta
kepaduan makna (koherensi). kekohesifan dalam wacana, yakni adanya keterkaitan
antarklausa, antar kalimat, maupun antara simbol dengan unsur penjelasnya.
Koherensi merupakan keterkaitan makna, dimana koherensi dapat diperoleh dari
penggunaan aspek-aspek gramatikal, misalnya konjungsi, preposisi, ataupun aspek
semantik.
3. Proporsional
Proporsional
merupakan keseimbangan makna yang dijelaskan dalam suatu wacana. Semisal dalam
suatu wacana yang berbentuk simbol dan kata,
antara simbol dan kata atau kalimat yang menyertainya (sebagai penjelas
gsimbol tersebut) merupakan satu kesatuan yang menjelaskan topik yang sama.
4. Tuturan
Tuturan dalam wacana merupaksn bentuk
tuturan baik csecara tulis maupun lisan yang dalam wacana, tuturan merupakan
media untuk menjelaskan ataupun memaparkan topik dengan tetap memperhatikan
kohesi dan koherensi.
Berdasarkan prasyarat pembentukan wacana di atas, ada beberapa contoh
bentuk wacana, diantaranya sebagai berikut.
a) Wacana dalam
bentuk tulisan
Wacana dalam
bentuk tulisan mengarah pada konteks penyampaian topik wacana berdasarkan
penggunaan bahasa tulis serta mengacu pada konteks tertentu. Semisal berdasar
pada konteks penyampaian tujuan topik wacana, yakni yang dibedakan menjadi
wacana argumentasi, wacana persuasif, wacana narasi, wacana eksposisi, dan
wacana argumentasi. Wacana dalam bentuk tulisan memperhatikan kohesi dan
koherensi rangkaian unsur-unsur gramatikal.
b) Wacana dalam
bentuk dialog (lisan)
Wacana dalam
bentuk dialog atau lisan merupakan wacana yang dalam penyampaian topik
menggunakan bahasa ujaran. Wacana dalam bentuk lisan memperhatikan bagaimana
penyampaian topik kepada pendengar agar pendengar memahami topik yang telah
dijelaskan (diutarakan) serta bagaimana umpan balik yang diberikan pendengar
terhadap topik yang telah disampaikan. Hubungan antara penyampaian topik dan
umpan balik terhadap topik tersebut memiliki bentuk kohesi dan koherensi yang
sesuai sehingga dapat dipahami oleh kedua bela pihak (penutur dan pendengar).
c) Wacana dalam
bentuk simbol
Wacana dalam bentuk simbol merupakan
bentuk wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan simbol-simbol tertentu.
Semisal lambang ‘DILARANG PARKIR DI
SINI’ antara simbol dan satuan gramatikal merupakan satuan unsur yang
kohesif dan koherensif.
Selain
pendapat diatas ada pula yang menjelaskan prasyarat wacana sebagai berikut :
a. Topik
Topik
adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan atau argumen
dalam suatu proposisi. Paragraf biasanya memiliki satu topik atau tema utama,
bahkan mungkin memiliki beberapa subtopik lagi. Dan secara keseluruhan, wacana
memiliki banyak topik, salah satunya ada yang diutamakan, yaitu topik atau
tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk pada masalah subjek
kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan tatabahasa. Tetapi sebenarnya
tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, meskipun
salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang lainnya, melalui struktuk
sintaksis.
b. Judul
Judul
adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan
lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersipat
menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah
(lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan
Judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi
bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul
artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi
bahasan. Syarat-syarat pembuatan judul :
1. Harus relevan, yaitu harus mempunyai
pertalian dengan temanya, atau ada pertalian dengan beberapa bagian penting
dari tema tersebut.
2. Harus provokatif, yaitu harus menarik
dengan sedemikian rupa sehingga menimbulkan keinginan tahu dari tiap pembaca
terhadap isi buku atau karangan.
3. Harus singkat, yaitu tidak boleh
mengambil bentuk kalimat atau frasa yang panjang, tetapi harus berbentuk kata
atau rangklaian kata yang singkat. Usahakan judul tidak lebih dari lima kata.
c. Tema
Tema
merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran dalam membuat suatu tulisan.
Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah
diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema
adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis
menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini
yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu.
Menentukan tema berarti menentukan apa masalah sebenarmya yang akan ditulis
atau diuraikan oleh penulis.
d. Kohesi
Kohesi
dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk
ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34) menyatakan bahwa wacana yang
baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif
sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata
atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara
padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk (1987:96) untuk memperoleh wacana
yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan
hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di
interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsure-unsur lainnya.
Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi
leksikal. Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa.
Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
1) Kohesi gramatikal meliputi:
a. Referensi (pengacuan)
Referensi merupakan
pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya,
referensi terbagi atas:
a) Referensi eksofora yaitu pengacuan
satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu
pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar
yang menerangi alam ini”.
b) Referensi endofora yaitu pengacuan
satuan lingual yang berada di dalam teks wacana. Referensi endofora terbagi
atas:
1
Referensi
anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu,
mengacu yang sebelah kiri. Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di
ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
2
Referensi
katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu
yang sebelah kanan. Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di
lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1. Referensi persona yaitu pengacuan satual
lingual berupa pronomina atau kata ganti
orang. Tunggal Jamak Persona pertama
Aku, saya Kami, kita. Persona kedua Kamu, engkau, anda Kalian, kami sekalian Persona
ketiga Dia, ia, beliau Mereka
2. Referensi demonstrasi yaitu pengacuan
satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang,
saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya. Contoh: Pohon-pohon
kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan
rimbun.
3. Referensi interogatif yaitu pengacuan
satuan lingual berupa kata tanya. Contoh: Kamu mau kemana?
4. Referensi komparatif yaitu pengacuan
satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain. Contoh:
Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah
lembut.
b. Substitusi (penggantian)
Substitusi diartikan sebagai
penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk
memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat
dibedakan atas:
1
Substitusi
nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata benda. Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari
Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat
keibuan.
2
Substitusi
verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata
kerja. Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter
kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha
ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3
Substitusi
frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang
berupa frasa. Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan
saja untuk menengok Nenek di desa.
4
Substitusi
klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain
yang berupa klausa. Contoh: Nida: jika perubahan yang dialami oleh azam tidak
bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu
dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang–orang tesebut banyak yang tidak sukses
seperti azam. Barik: tampaknya memang begitu!
c. Elipsis atau pelesapan
Elipsis adalah
pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun
fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk efektifitas kalimat
2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam
pemakaian bahasa
3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar
atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata. Contoh:
Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat
yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih. Kalimat kedua yang
berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan
predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan
kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam
penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
d. Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure
yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.
Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
a.) Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat
terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu
kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang
digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu,
dengan demikian dan sebagainya. Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
b.) Pertentangan
Hubungan pertentangan
terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan.
Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun. Contoh: Nyamuk berseliweran,
pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung
kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
c.) Kelebihan atau eksesif
Hubungan eksesif digunakan
untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah. Contoh: Karena
tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum
dikerjakan pula.
d.) Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif
digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan
dokter.
e.) Tujuan
Hubungan tujuan terjadi
sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang
digunakan yaitu: agar dan sehingga. Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin
belajar.
f.) Penambahan atau aditif
Penambahan berguna
untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya
digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan
yaitu: dan, juga, serta, selain itu. Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur
katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga
tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman.
Dan dia penyabar.
g.) Pilihan atau alternative
Pilihan digunakan
menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
h.) Harapan atau optative
Konjungsi harapan
digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan
yaitu semoga, moga-moga. Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
i.) Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang
digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula. Contoh: Intan
bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia menunaikan
sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
j.) Syarat
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila
dan jika. Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan
bertambah.
k.) Cara
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan cara. Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan
cara. Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga.
2) Kohesi leksikal meliputi :
1. Pengulangan atau repetisi
Repetisi merupakan
salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan
ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual. Contoh: Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui
dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
2. Sinonimi
Sinonimi merupakan
persamaan makna kata. Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10 November.
Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan
Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa.
3. Antonim
Antonim merupakan
perlawanan kata. Contoh: Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic
Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian
besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula
nenek maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.
4. Hiponim
Hiponim merupakan
sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus. Contoh: Setiap hari Anita menyiram
bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan
anggrek.
5. Kolokasi
Kolokasi merupakan
sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum. Contoh: Bermula dari goresan
bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran
kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan
banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media
massa, namanya menjadi terkenal.
6. Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan
kesejajaran dalam sebuah kalimat. Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin.
Bu Narti sebagai guruku selain mengajarkan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral. Pada kondisi
tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi contributor penting bagi terbentuknya
wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa,
1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak
selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian
alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang
koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana
yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
e. Koherensi
Koherensi
adalah pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Dua buah
kalimat menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak
koheren. Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi dapat
berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Contohnya, Proporsi :
“demonstrasi mahasiswa“ dan “nilai tukar rupiah melemah“ adalah dua fakta yang
berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan sebab akibat ketika ia
dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan“ sehingga kalimatnya menjadi
“demostrasi mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah“. Dua buah
kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan“, dimana
kalimatnya kemudian menjadi “demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah
melemah”. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilai tukar
rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan
kalimat lain atau menjadi penyebab kalimat lain. Jadi kesimpulannya koherensi
merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis
menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. (Deddy,
2011:242).
Koherensi
adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana. Koherensi juga hubungan
timbal balik yang serasi antar unsur dalam kalimat Keraf (dalam Mulyana 2005:
30). Sejalan dengan hal tersebut Halliday dan Hasan (dalam Mulyana 2005: 31)
menegaskan bahwa struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik,
melainkan struktur semantik, yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung
proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang
ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri.
Pada
dasarnya hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang
teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit
(terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interprestasi.
Disamping itu, pemahaman hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara
menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu. Kohesi dapat
diungkapkan secara eksplisit, yaitu dinyatakan dalam bentuk penanda koherensi
yang berupa penanda hubungan antarkalimat. Penanda hubungan itu berfungsi untuk
menghubungkan kalimat sekaligus menambah kejelasan hubungan antarkalimat dalam
wacana.
Tujuan aspek pemakaian aspek atau sarana
koherensi antara lain ialah agar tercipta susunan dan struktur wacana yang
memiliki sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai, cocok,
dan harmonis. Kesesuaian terletak pada serasinya hubungan antarproposisi dalam
kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus, tetapi
bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk akal,
wajar, jelas, dan mudah dimengerti. Suatu rangkaian kalimat yang tidak memiliki
hubungan bentuk dan makna secara logis, tidak dapat dikatakan sebagai wacana.
B.
UNSUR-UNSUR WACANA
Unsur-unsur penting wacana sebagai berikut:
1. Satuan
bahasa
2. Terlengkap
dan terbesar/tertinggi
3. Diatas
kalimat/klausa
4. Teratur/rapi/rasa
koherensi
5. Berkesinambungan/kontinuitas
6. Rasa
kohesi/rasa kepaduan
7. Lisan
dan tulis
8. Awal
dan akhir yang nyata
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa hakikat dari wacana adalah satuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir
yang nyata disampaikan serta lisan atau tertulis.
C.
CIRI-CIRI WACANA
Beberapa ciri-ciri wacana adalah sebagai
berikut.
A. Terdiri dari satuan gramatikal
B. Satuan terbesar, tertinggi, atau
terlengkap
C. Untaian kalimat-kalimat
D. Memiliki hubungan preposisi (kata depan)
E. Memiliki hubungan koherensi
F. Memiliki hubungan kohesi
G. Medium bisa lisan maupun tulis.
D.
REFERENSI
Mulyana. 2005. Kajian Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Rani, Abdul. 2006.
Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia
Publishing.
E.
CONTOH
Komentar
Posting Komentar